Kejatuhan Plered (juga dieja Pleret) adalah peristiwa direbutnya keraton dan ibu kota Kesultanan Mataram oleh pasukan pemberontak pengikut Trunajaya pada akhir Juni 1677. Serangan terhadap Plered terjadi setelah serangkaian kemenangan pemberontak, terutama dalam Pertempuran Gegodog dan jatuhnya sebagian besar pantai utara Mataram.
Raja Amangkurat I—yang berusia lanjut dan sakit-sakitan—dan para putranya gagal mempertahankan Plered dengan efektif, dan pemberontak menyerbu ibu kota pada atau sekitar 28 Juni. Ibu kota Mataram ini dijarah dan kekayaannya dibawa ke ibu kota pemberontak di Kediri.
Direbutnya keraton menyebabkan runtuhnya pemerintahan Mataram dan larinya keluarga kerajaan. Raja melarikan diri dengan putra mahkota dan rombongan kecil menuju Tegal dan mangkat di sana, menyerahkan takhta kerajaan kepada putra mahkota, yang kini bergelar Amangkurat II, tanpa tentara atau harta kekayaan.
Perkembangan pemberontakan Trunajaya
Pemberontakan Trunajaya mulai pada tahun 1674 dalam bentuk serangan oleh pasukan pemberontak terhadap kota-kota di Kesultanan Mataram.[1] Pada tahun 1676, tentara pemberontak berkekuatan 9.000 orang menyerbu Jawa dari basis mereka di Madura.[2]
Mereka mengalahkan tentara kerajaan yang jumlahnya jauh lebih besar dalam Pertempuran Gegodog di timur laut Jawa (Oktober 1676), merebut sebagian besar pantai utara Jawa dan kampanye militernya berhasil di pedalaman Jawa Tengah dan Timur.[2][3] Pada tahun yang sama, para pemberontak tiba di Taji, pintu masuk timur menuju ibu kota kabupaten, dan bergabung dengan pengikut Raden Kajoran, ayah mertua Trunajaya yang berpengaruh.
Pasukan gabungan Kajoran dan Trunajaya dikalahkan oleh pasukan kerajaan yang dipimpin oleh para pangeran Mataram, tetapi Kajoran melarikan diri dan bergabung dengan Trunajaya. [4] Meskipun kalah, Kajoran terus menimbulkan masalah bagi Mataram di kabupaten-kabupaten sebelah timur ibu kota.[4] Pada awal tahun 1677, Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) di Batavia memutuskan untuk bersekutu dengan Mataram.[5]
Sebuah armada yang dipimpin oleh Cornelis Speelman berlayar menuju ibu kota Trunajaya di Surabaya bulan April, pesisir timur laut Jawa, dan merebut kota setelah pertarungan sengit bulan Mei.[4] Setelah kekalahan itu, Trunajaya mundur ke pedalaman, membangun ibu kota baru di Kediri.[6]